GARIS KOMANDO - Perbuatan pasutri berinisial ES (24) dan LA (24) yang berasal dari kabupaten Tasikmalaya, meresahkan para warga sekitar tempat tinggalnya.
Pasalnya, pasutri ini mempertontonkan kegiatan mereka tengah melakukan hubungan seks di depan anak-anak.
Bahkan disebut-sebut, anaknya sendiri juga ikut menonton adegan tak senonoh tersebut.
Tidak gratis, anak-anak tersebut diminta uang tiket Rp 5000, rokok, mie instan, hingga kopi, untuk menonton adegan tersebut.
Akibat perbuatan tersebut, pasutri ini ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka oleh pihak kepolisian.
Dikutip dari Tribunnews.com, Sabtu (13/11/2021), ketua MUI Desa Kadipaten Tasikmalaya setempat, Kholis, juga menyayangkan peristiwa itu terjadi di wilayahnya sendiri.
Kholis prihatin dengan adanya kejadian tersebut.
Dirinya berharap agar anak-anak yang menjadi korban bisa mendapatkan pendampingan trauma healing.
"Psikis anak-anak harus dipulihkan agar akhlak mereka tidak ikut-ikutan rusak," katanya.
Dikutip dari Tribunnews.com, Sabtu (13/11/2021), Psikolog Endra Nawawi memandang, ada kecenderungan penyimpangan orientasi seksual pada pasangan suami istri itu.
"Apalagi kalau dilakukan sering untuk menemukan kepuasan atas perilakunya itu bisa disebut menyimpang secara seksual," jelas Endra Nawawi melalui sambungan telepon, Jumat (21/6/2019).
Kegiatan suami istri normalnya sesuatu hal yang bersifat privasi dan tidak ingin didengar atau bahkan dilihat, apalagi dalam kasus ini sengaja dipertontonkan pada anak-anak, disebut Endra bahwa kejiwaan keduanya perlu diperiksa.
"Hubungan suami istri jika tidak menyimpang secara orientasi seks, maka dilakukan secara tertutup. Bisa dikategorikan gangguan dan kelainan seksual dan kejiwaan," tuturnya.
Terlepas dari kecenderungan itu, dampak yang sangat dikhawatirkan ialah dampak secara langsung pada anak-anak yang menonton kelakuan tak pantas pasutri tersebut.
Menurutnya, anak-anak kemungkinan akan menyimpan memori yang tidak mesti ada di masa kecil mereka.
Anak-anak yang menonton, kata Endra, perlu mendapat pendampingan serius untuk pemulihan psikis, terutama moral.
"Perlu ada trauma healing, anak-anak perlu diberikan pemahaman dan persepsi yang diluruskan, terlebih setelah apa yang mereka alami tersebut," katanya.