Tangkapan layar video yang memperlihatkan perbandingan praktik membuat Surat Izin Mengemudi (SIM) disebut di Indonesia dan Taiwan. |
GARIS KOMANDO – Warganet di media sosial baru-baru ini ramai membandingkan ujian praktik SIM C di Indonesia dengan diduga terjadi di Taiwan.
Adapun perbandingan tersebut banyak dibagikan netizen di media sosial dari TikTok, Facebook, Twitter hingga Instagram.
Salah satu akun yang membandingkan ujian SIM C antara Indonesia dengan diduga terjadi di Taiwan ini adalah akun Twitter @txtdrbekasi.
“Pantes pada jago nyalip truk di Narogong,” tulisnya.
Pihaknya sembari melampirkan video ujian praktik SIM di Indonesia di mana terlihat polisi melewati sejumlah penghalang dengan posisi zig-zag, serta memutari jalur angka 8 tanpa menginjakkan kaki ke tanah.
Sementara untuk jalur ujian SIM C diduga terjadi di Taiwan, jalur yang dilalui tersebut terlihat lebih sederhana dengan adanya sejumlah rambu di jalurnya.
Beragam komentar muncul terkait unggahan ini.
“Pernah ada yg ngomong Rossi aja belom tentu lolos ujian SIM di Indonesia,” tulis akun @jar_cake.
“Tes gak masuk akal blas. Di jalan raya mana ada lintasan zig zag dan angka 8?” tulis akun @wiraaditama10.
“Di Indonesia banyak sekali jalan yang rusak,, Latihan seperti ini sangat berguna untuk menghindari jemblongan di jalan,” ujar akun @akbarfebrian435.
Lantas apa alasan jalur ujian SIM C dibuat memutar angka 8 dan zig-zag?
Alasan ujian SIM C harus melewati jalur zig-zag
Kasubdit SIM Ditregident Korlantas Polri Kombes Pol Tri Julianto Djati Utomo mengatakan, alasan ujian SIM C Indonesia dibuat zig-zag hingga berputar seperti angka 8 dimaksudkan untuk melatih keseimbangan pengemudi kendaraan bermotor.
"Untuk melatih kelincahan dan keseimbangan dalam mengemudi," ujarnya dikutip dari pemberitaan Kompas.com, Jumat (10/12/2021).
Alasan serupa juga diungkapkan oleh Kasubdit STNK Korlantas Polri Kombes Pol Taslim Chairuddin.
"Tujuannya adalah untuk mengukur tingkat kemahiran pengemudi roda dua dalam mengatur keseimbangan tubuh ketika mengemudikan kendaraan di jalan," kata dia.
Lebih lanjut, Taslim mengatakan bahwa SIM bukanlah sekedar izin yang dibutuhkan pengendara saat berkendara di jalan raya, melainkan juga sebagai privilege atau penghargaan yang diberikan negara kepada warganya atas kompetensi yang dimiliki dalam mengemudikan kendaraan.
Hal ini karena ketika di jalan raya, mengemudikan kendaraan selain membahayakan diri sendiri juga dapat membahayakan orang lain, sehingga pengemudi kendaraan haruslah kompeten.
Kompetensi ketika berkendara menurut Taslim bukanlah hal sederhana.
Setidaknya dibutuhkan tiga elemen ketika berkendara yakni meliputi pengetahuan, keterampilan, sikap, dan perilaku.
"Pengetahuan diukur melakui ujian teori, di mana seorang calon pengemudi dituntut harus tahu aturan bagaimana aturan dan tata cara mengemudikan kendaraan yang baik dan benar di jalan, uji praktik adalah untuk mengukur keterampilan calon pengemudi," kata Taslim.
Sehingga yang kemudian menjadi persoalan saat ini menurut Taslim adalah bagaimana mengukur sikap perilaku maupunattitude pengemudi.
Hal ini karena menurutnya sangat terkait dengan karakter dasar yang terbangun oleh keluarga, lembaga pendidikan, lembaga agama, dan lingkungan sosial.