BANDAR LAMPUNG - Menjelang dibukanya Muktamar ke-34 Nahdatul Ulama (NU), Rabu (23/12/2021) di Provinsi Lampung, para calon ketua umum PBNU mulai mengeluarkan berbagai macam strategi buat menarik simpati pemilih.
Ahmad Muqowam, mantan anggota DPR RI tiga periode dari keluarga besar NU melihat ada diantara calon itu yang mengusung fanatisme terhadap tokoh besar, tapi melupakan apa sebenarnya yang dibutuhkan NU kedepan.
Seperti menjual nama Gus Dur, katanya, semua orang menghormati ketokohannya dan keluarga besar NU rata-rata pernah berguru langsung atau minimal memahami pemikirannya.
"Jadi jangan merasa memiliki sendiri," ujar Ahmad Muqowam yang juga wakil ketua Tim Pemenangan Said Aqil Siradj saat berbincang dengan wartawan, Selasa pagi (21/12/2021).
Menurut dia, kebutuhan NU kedepan itu lebih komplek dan membutuhkan kesinambungan.
"Kita lihat sendiri, sudah banyak yang berubah di NU dalam 10 tahun terakhir. NU beranjak menjadi lebih moderat, menjadi lebih luwes sehingga kiprah NU bahkan menjadi percontohan oleh beberapa negara luar," lanjutnya.
Sebagai organisasi terbesar di Indonesia, NU membangun hubungan yang sinergi dengan bangsa, berada di garis terdepan dalam menjadikan Indonesia yang toleran, seperti kultur asli bangsa.
"Kiai Said berhasil membawa NU menjadi satu kesatuan yang utuh dengan Indonesia, dengan pemikiran-pemikiran beliau yang jauh melanglang buana sampai ke dunia Internasional," ujar politisi yang juga pernah Wakil Ketua DPD RI tersebut.
Untuk itulah, yang dibutuhkan NU itu skarang inilah adalah program-program yang nyata, yang tidak saja hanya berkutat dengan bidang agama atau pesantren, tapi sudah harus masuk ke dalam bidang ekonomi, pendidikan serta kesehatan.
"Semua hal itu sudah dilakukan terlebih dahulu oleh Kiai Said. 43 Universitas NU berdiri di masa beliau, Rumah Sakit dan pemberdayaan ekonomi umat melalui program-program yang nyata," sambungnya.
Sebelum menutup perbincangan, Muqowam sekali lagi menegaskan kepada para calon ketua NU untuk berani adu program atau pamerkan hasil kerja, sehingga muktamirin tidak dibuai dengan fanatisme buta hanya karena kedekatan dengan tokoh yang sebenarnya milik semua warga NU, bukan milik perorangan. [Red]