LAMPUNG - Indonesia yang kaya akan sumber daya alam dan berlimpah hasil buminya termasuk kekayaan hutan. Demi menjaga semua itu, 1.001 aturan telah ditegakkan demi tercapainya sila “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”, namun yang terpatri bukanlah keadilan yang merata, tapi seolah tangisan dan jeritan jiwa masyarakat dalam mencari dinamika keadilan masih belum berpihak.
Beberapa bulan ini, Provinsi Lampung dipertontonkan dengan dagelan penegakan hukum pada kasus illegal logging di register 39 Blok V Kota Agung Utara, Kabupaten Tanggamus.
Menurut Joni Yawan Ketua DPD II Ormas Barisan Patriot Bela Negara Lampung Barat yang akrab disapa Regar mengatakan, clue dari penanganan kasus illegal logging hanya ada dua, yaitu tempat dimana kayu itu diambil harus dari kawasan hutan register atau jenis kayu yang diambil itu adalah jenis kayu yang dilarang.
"Jadi kalau dua itu sudah terpenuhi, harusnya aparat kepolisian atau aparat PPNS dari Dinas Kehutanan mengambil langkah untuk menguji perkara tersebut di pengadilan," terangnya.
Instansi dan institusi terkait seolah amnesia akan aturan hukum yang berlaku, dan seperti bermain pingpong dalam menangani kasus illegal logging di register 39. Juga para pelaku ilegal loging hanya dikenakan sanksi administrasi.
"Tidak ada alasan lain, mau untuk masjid kah itu atau untuk jembatan kah itu, karena itu merupakan tindak pidana, jadi alasan pembenaran itu harus dikesampingkan," ujarnya dalam chat WhatsApp pada hari Kamis (06/1/2022).
Yang lebih miris, diakhir tahun 2019 lalu, atensi Gubernur Lampung dengan tegas memerintahkan untuk melakukan penindakan secara tegas terhadap para pelaku illegal logging, namun itu tidak diindahkan oleh aparatur dibawahnya.
Beberapa waktu lalu para awak media pernah menanyakan perkembangan kasus tersebut kepada Kapolda Lampung, dan Kapolda Lampung menegaskan bahwa kasus tersebut telah dilimpahkan kepada Polhut. Namun setelah ditangani oleh Polhut, terkesan diulur-ulur bahkan dihentikan.
"Ini semacam mempertontonkan dagelan dan kelucuan pada proses penegakan hukum, karena kita melihat beberapa point dari hasil lidik Polres Tanggamus yang ditanda tangani oleh Kasat Reskrim Polres Tanggamus, bahwa terjadinya illegal logging tersebut dikarenakan untuk keperluan perbaikan rumah ibadah, jadi seolah-olah perbaikan rumah ibadah pun dihalalkan menggunakan kayu hasil curian," tambah Regar.
Selain itu, terjadinya penebangan beberapa pohon di hutan register tersebut karena ada pohon yang akan menimpa rumah saudara AS yang berada di register 39 Blok V. Sementara menurut keterangan Kepala KPH Kota Agung Utara, Didik Purwanto, bahwa register 39 Blok V tidak ada izin hutan kemasyarakatan (HKm).
"Blok V itu belum ada izin HKm, yang sudah ada izin Blok I sampai Blok III," kata Didik.
Berdasarkan hal tersebut awak media meminta penjelasan kepada Kadis Kehutanan Provinsi Lampung, Yan Yan Ruchyansyah dikantornya. Ia mengatakan, "Pada hari Jumat, 24 Desember 2021 PPNS Dinas Kehutanan dan PPNS Gakum Wilayah 3 Sumatera meminta pendapat dari Saksi Ahli Hukum Pidana Universitas Lampung, Dr. Eddy Rifai, SH.,MH.," ujarnya.
Pendapat dari Ahli Hukum Pidana Universitas Lampung, Eddy Rifai terkait permasalahan ini sehubungan dengan lahirnya UU No. 11 tahun 2020 tentang Cipta kerja yang berbunyi diantaranya 'jika pelakunya adalah orang sekitar dan atau didalam hutan paling sedikit 5 tahun maka hanya dikenakan sanksi administrasi.'
"Jadi undang-undangnya menyatakan seperti itu, berbeda dengan undang-undang sebelumnya, bukan kemauan kami untuk mengarahkan kesana. Inilah pendapat dari Ahli Hukum Pidana," kata Kadis Kehutanan Provinsi Lampung. [Tim]