Opini oleh : Jeffry Noviansyah
Menjadi seorang pemimpin tidaklah mudah, secara normatif kepemilikan jiwa no acting yang sederhana menjadi modal utama, juga dapat menjadi indikator positif, wawasan luas, bijaksana, bahkan fyuur... semua demi orang banyak.
Di era Jokowi, niat baik untuk memajukan desa-desa tertinggal perlu mendapat applause dari rakyat Indonesia, dengan tujuan untuk memudahkan transportasi masyarakat, meremajakan desa bahkan mempercantik desa yang jarang disorot publik.
Di era Jokowi, menjadi seorang Pemimpin Desa merupakan jabatan yang empuk untuk diperebutkan, mengapa tidak? Sejak adanya bantuan Dana Desa yang nilainya ratusan juta hingga milyaran rupiah ini, berbondong-bondong individu mencalonkan diri atau dicalonkan untuk menjadi Pemimpin Desa atas dasar ingin memajukan desa dengan ketentuan syarat yang telah ditetapkan.
Namun pada kenyataannya setelah seorang individu terpilih menjadi seorang Pemimpin Desa, tak jarang di lapangan banyak persoalan yang menjadi sorotan masyarakat dalam pembangunan desa. Dari penggunaan Dana Desa tidak sesuai dengan spec pengajuan, belum lagi buruknya kualitas bahan serta hasil dan lain sebagainya.
Terbukti program Presiden Jokowi yang sudah masuk 8 Tahun ini hanya sekian persen saja pembangunan dari anggaran Dana Desa yang terealisasi. Para oknum berebut mendapat keuntungan pribadi ketimbang buat kemaslahatan.
Tentu ini menjadi tugas ekstra bagi KPK atau penegak hukum lainnya. Padahal banyak juga Kepala Desa yang sudah dijebloskan kedalam jeruji besi. Namun bukannya menjadi pelajaran bagi para oknum Pemimpin Desa nakal lainnya, justru malah mengoret celah mulus yang dirasa bakal tak terendus.
Menjadi Pemimpin Desa bukan sebuah pekerjaan yang aji mumpung hanya karna ada masa selesai. Menjadi Kepala Desa merupakan pengabdian, jika ada capaian keberhasilan kelak nama akan dijunjung sampai ke ubun-ubun.
Semoga di negeri ini masih banyak Pemimpin Desa yang baik demi masyarakatnya, demi kemajuan desanya, juga demi nama baiknya.