GK, Jakarta - Ketua Umum Persatuan Pewarta Warga Indonesia (Ketum PPWI), Wilson Lalengke, S.Pd, M.Sc, M.A., mengecam keras tindakan sewenang-wenang oknum Polres Lampung Timur yang melakukan kriminalisasi terhadap Pimpinan Redaksi media online Resolusitv.Com, Muhammad Indra. Disamping itu, oknum polisi Lampung Timur juga terindikasi kuat menyebarkan berita bohong terkait penangkapan Muhammad Indra pada Selasa sore, 8 Maret 2022, sekitar pukul 17.30 wib di rumahnya di Desa Giriklopomulyo, Kecamatan Sekampung, Kabupaten Lampung Timur, Provinsi Lampung.
Menurut press release Polres Lampung Timur yang dikutip dari media online Harianmomentum.Com, polisi menjelaskan bahwa Satresmob Polres Lampung Timur mendatangi tempat pertemuan wartawan Muhammad Indra dengan pelapor berinisial MR yang merasa diperas oleh Muhammad Indra [1].
“Korban MR yang merasa telah diperas tersangka, kemudian melaporkan tindakan tersangka ke Polres Lamtim. Atas laporan itu, personil Resmob Polres Lamtim meluncur ke lokasi pertemuan antara tersangka dan korban. Di lokasi itu korban menyerahkan uang sebesar Rp2,8 juta kepada tersangka. Pada saat itulah personil Polres Lamtim mengamankan oknum wartawan salah satu media online tersebut, sekitar pukul 15.30 Wib.” demikian tulis Harianmomentum.Com mengutip pernyataan polisi.
Atas kasus tersebut, Ketum PPWI Wilson Lalengke memberikan pernyataan persnya yang dikirimkan kepada ratusan media yang tergabung di PPWI Media Group, Rabu, 9 Maret 2022.
“Jika berita di Harianmomentum.Com ini benar dari press release Polres Lampung Timur, maka ada beberapa hal yang perlu kami sampaikan berdasarkan keterangan beberapa saksi di tempat kejadian, yakni:
Pertama, ini bukan OTT di halaman Masjid Desa Sumbergede sebagaimana keterangan Polres Lampung Timur. Polisi menangkap wartawan Lampung Timur, Muhammad Indra, di rumahnya di Desa Giriklopomulyo, Kecamatan Sekampung. Artinya, press release ini sangat tendensius dan beraroma hoax alias bohong bin dusta. Polres Lampung Timur telah menjadi produsen berita bohong!,” tegas alumni PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012 itu.
Kedua, sambung Lalengke, penangkapan Pimpinan Redaksi media online Resolusitv.Com itu adalah berdasarkan delik aduan dari orang yang merasa jadi korban pemberitaan terkait kejahatan perselingkuhannya di media yang dikelola Muhammad Indra [2].
“Sekali lagi, ini bukan OTT, tapi penangkapan ilegal, tidak sesuai prosedur KUHAPidana, dan dikategorikan sebagai kriminalisasi,” tambah tokoh pers nasional yang getol membela wartawan yang dikriminalisasi oknum polisi di berbagai sudut negeri ini.
Wilson Lalengke kemudian menjelaskan kronologi kejadian berdasarkan penuturan adik ipar Muhammad Indra, bernama Nur yang menemaninya bertemu pelapor yang minta bertemu di Masjid Desa Sumbergede dan istri Muhammad Indra, Uni Emil. Pelaku kejahatan perselingkuhan, jelas Lalengke, bernama Rio bersama keponakannya, Noval, yang mengaku dari media Amunisi, memberikan uang kepada Muhammad Indra sekitar pukul 16.30 WIB di halaman Masjid Desa Sumbergede. Selanjutnya, polisi menggerebek rumah Muhammad Indra sekitar pukul 17.30 WIB, namun yang bersangkutan belum berada di rumah. Sejumlah polisi menggeledah rumah Indra, demikian wartawan ini akrab disapa, walaupun istri Indra sudah melarang mereka.
“Bahkan, menurut Uni Emil, polisi mendobrak pintu kamar anak gadis Indra yang kebetulan baru saja selesai mandi dan masuk kamar untuk berpakaian. Istri Indra sudah melarang, namun polisi tetap masuk dan menendang pintu kamar si gadis. Untungnya, Indriani Saputri, nama anak gadis yang berumur 18 tahun itu sudah selesai berpakaian. Ini polisi sudah kelewat batas, mereka melanggar Kode Etik Profesi Polri (KEPP). Kita akan segera melaporkan oknum-oknum tersebut ke Bidpropam Polda Lampung,” kata Lalengke menegaskan.
Ketiga, karena bukan OTT alias tertangkap tangan, penangkapan seseorang seharusnya dilengkapi dengan surat penangkapan. Namun, dalam peristiwa ini diduga kuat penangkapan Muhammad Indra dilakukan tanpa surat penangkapan.
“Sudah hampir pasti tidak ada surat penangkapan. Kapan membuat laporan polisi dan surat penangkapannya ketika pemberian uangnya dilakukan pada pukul 16.30 WIB dan penangkapan pada 17.30 WIB? Jika ada LP, tentu harus didahului penyelidikan dengan pemanggilan-pemanggilan. Jika sudah ada minimal dua alat bukti, polisi tentu dapat menetapkan Muhammad Indra sebagai tersangka dan dapat ditangkap jika mangkir dari panggilan polisi sebagai tersangka. Dalam kasus ini, Polres Lampung Timur sangat terang-benderang telah melanggar Peraturan Kapolri Nomor 6 Tahun 2019 dan KUHAPidana,” jelas Lalengke.
Keempat, tambahnya, sebuah motor milik istri Indra yang sehari-hari dipakai anaknya ke sekolah yang ada di rumah dan tidak ada sangkut pautnya dengan kejadian perkara, dibawa polisi ke Polres Lampung Timur.
“Ini bukan hanya ngawur, tapi merupakan tindakan biadab! Perilaku oknum-oknum polisi tersebut dapat dikategorikan sebagai perampokan dan atau pencurian dengan kekerasan oleh oknum polisi. Mengambil barang orang lain tanpa hak, tanpa izin, dan tanpa surat penyitaan barang,” imbuh Lalengke menyesalkan tindakan oknum aparat yang sewenang-wenang terhadap warga masyarakat yang telah membelikan celana dalam para polisi itu.
Kelima, pelapor bernama Rio itu yang merupakan pelaku kejahatan perselingkuhan [3] terkesan diback-up oleh oknum Polres Lampung Timur. Sangat mungkin karena yang bersangkutan diduga sebagai ketua pemuda setempat dan orang dekat bupati Lampung Timur sehingga polisi takut ke oknum pelapor tersebut.
“Kesan saya, oknum Rio ini bersekongkol dengan polisi menjebak wartawan Muhammad Indra, yang dengan demikian oknum Polres Lampung Timur bekerja untuk pelaku kejahatan perselingkuhan. Artinya juga, kita boleh menduga oknum Polres Lampung Timur bermain mata dengan pelaku kejahatan perselingkuhan untuk memenjarakan wartawan melalui modus jebakan batman berbentuk pemerasan,” tutur lulusan pasca sarjana bidang Etika Terapan dari Universitas Utrecht, Belanda, dan Universitas Linkoping, Swedia, itu.
Di akhir pernyataan persnya, Ketum PPWI Wilson Lalengke mengharapkan agar jajaran Polres Lampung Timur meningkatkan kemampuan kerja sebagai pelayan, pengayom, pelindung, penolong, dan penegak hukum yang benar, yang mengerti, memahami, dan mampu menerapkan hukum sesuai aturan perundangan yang berlaku.
“Kita juga mendesak Kapolda Lampung dan Kapolri agar segera melakukan evaluasi terhadap kinerja jajarannya di Polres Lampung Timur. Jika terbukti keliru dan/atau bersalah dalam melakukan tugasnya, oknum Kapolres dan personil yang bertanggungjawab atas kasus kriminalisasi wartawan Lampung Timur, Muhammad Indra, harus diproses sesuai koridor hukum di internal Polri,” pungkas Presiden Persaudaraan Indonesia-Sahara-Maroko (Persisma) ini.
Saat dikonfirmasi, Kapolres Lampung Timur, AKBP Zaky Alkazar Nasution, mengatakan bahwa pihaknya masih dalam proses penyidikan.
“Terlepas benar atau tidaknya berita (kejahatan perselingkuhan pelapor Rio – red) tersebut, tindakan pelaku meminta sejumlah uang dengan disertai ancaman itulah yang dilaporkan oleh pelapor, dan kami wajib menindaklanjuti laporan masyarakat tersebut. Tentunya saat ini masih dalam proses penyidikan, dan azas praduga tak bersalah tetap kami junjung tinggi,” demikian tulis Kapolres Zaky menjawab pesan WhatsApp dari awak media. [Rls]