GK, Lampung - Advokat dan Konsultan Hukum dari Kantor Lembaga Bantuan dan Konsultasi Hukum (LBKH) Warga Jaya Indonesia, Mik Hersen S.H., M.H., Yulius Andesta S.H., dan Berli Yudiansyah S.H., M.H., selaku Kuasa Hukum dari Ida Kencanawati, Timbul Afif, dan Marsidah, selaku pelawan mengajukan Surat Gugatan Perlawanan atas tanah yang akan di eksekusi oleh Pengadilan Negeri klas IA Tanjung Karang, pada Kamis 10 November 2022 yang lalu.
Hal itu dilakukan oleh Kuasa Hukum Pelawan, karena surat penetapan eksekusi yang dikeluarkan oleh Ketua Pengadilan Negeri klas IA Tanjung Karang tidak sesuai dengan hasil Konstatering yang dilakukan pada 8 Agustus 2022, saat disampaikan kepada awak media pada, Minggu (13/11/2022).
Berdasarkan surat penetapan Ketua Pengadilan Negeri klas IA Tanjung Karang nomor: 10/Pdt.Eks.PTS/2022/PN.Tjk, maka pada Tanggal 14 Oktober 2022, Pengadilan Negeri klas IA Tanjung Karang akan mengeksekusi/mengosongkan sebidang tanah seluas 600 M2 yang terletak di Kelurahan Korpri Jaya, Kecamatan Sukarame, Kota Bandar Lampung.
Menurut Kuasa Hukum Pelawan, Mik Hersen S.H., M.H., "Pengajuan gugatan perlawanan tersebut karena berdasarkan hasil giat Konstatering (Pencocokan objek sengketa yang akan dieksekusi) yang dilaksanakan pada tanggal 8 Agustus 2022 lalu yang dipimpin langsung oleh Asmar Josen selaku Panitera dari PN klas IA Tjk dan Agus Teguh Ma'arif sebagai juru sita, serta dihadiri oleh juru ukur dari BPN Kota Bandar Lampung, dan juga dihadiri oleh kedua belah pihak, maka didapatkan fakta baru," ujar Mik Hersen.
Fakta baru yang dimaksud tersebut menurut Mik Hensen adalah, "Ketidaksesuaian antara tanah yang menjadi objek sengketa, dengan dasar kepemilikan yang dimiliki oleh terlawan (Rastuti Marlena) berupa sertifikat hak milik nomor: 11 dengan luas 600 M2, dengan surat ukur nomor: 13/2013 atas nama Rastuti Marlena," jelas Mik Hersen.
Ketidaksesuaian yang terungkap dalam Konstatering tersebut menurut Mik Hensen, "Tanah milik Pelawan III berdasarkan peta, bidang letaknya berada di blok H, sedangkan milik Terlawan berdasarkan Sertifikat Hak Milik nomor: 11 dengan luas 600 M2, dengan surat ukur nomor: 13/2013 atas nama Rastuti Marlena letaknya di blok F3," ungkap Mik Hensen.
Masih menurut Mik Hersen, "Sedangkan sertifikat yang dimiliki oleh Rastuti Marlena tersebut sebelumnya adalah milik Irmi Darwati yang diterbitkan pada tahun 1991 oleh BPN Kota Bandar Lampung, sedangkan tanah yang dikuasai oleh Pelawan III dahulunya terletak di Kabupaten Lampung Selatan, dan baru terjadi pemekaran wilayah sekitar tahun 2000an, yang artinya jika sertifikat milik Terlawan tersebut terbit pada tahun 1991,maka BPN Kabupaten Lampung Selatan yang menerbitkan, bukan BPN Kota Bandar Lampung," katanya.
Selain itu menurut Kuasa Hukum Pelawan, "Terkait batas yang ditunjukkan saat Konstatering adalah berbatasan dengan jl. Pangeran Suhaimi yang saat ini sudah menjadi jalur dua, bukan merupakan satu jalur. Jika yang menjadi acuan adalah sertifikat yang diterbitkan pada tahun 1991, maka pengukuran tersebut harus berpatokan pada jalan yang ada pada tahun 1991, bukan berpatokan pada jalan yang ada saat ini. Karena jalur dua yang ada saat ini baru ada sejak tahun 2015 pada saat jalan Tol trans Sumatera dibangun. Sehingga jika dikaitkan dengan Sertifikat yang dimiliki oleh Terlawan, maka dapat dipastikan tidak akan sesuai antara luas yang ada di sertifikat dengan yang sebenarnya. Sehingga tanah milik Terlawan saat Konstatering dalam penunjukan batasnya tidak jelas dan hanya berdasarkan perkiraan saja," imbuhnya.
Lebih jauh Kuasa Hukum Pelawan mengatakan, "Saat Konstatering tersebut disaksikan langsung oleh Panitera dari PN klas IA Tjk atas nama Asmar Josen, dan juru sita Agus Teguh Ma'arif, dan Juru ukur dari BPN Kota Bandar Lampung, dan terdapat perbedaan sebagaimana yang saya jelaskan diatas, dan hal tersebut dibenarkan oleh aparatur lurah, dan tokoh adat setempat yang ikut menyaksikan, serta diliput oleh beberapa media, baik media online maupun televisi," tambahnya.
Bahkan menurut Kuasa Hukum Pelawan, seharusnya putusan perkara tersebut dinyatakan Non Executable.
"Berdasarkan Buku II Mahkamah Agung RI edisi 2013, tentang pedoman pelaksanaan tugas dan administrasi pengadilan dalam empat lingkungan Peradilan, dijelaskan bahwa suatu putusan yang telah berkekuatan hukum tetap dapat dinyatakan Non Executable apabila 'Barang yang akan dieksekusi tidak sesuai dengan Amar Putusan' sesuai dengan penjelasan buku II MA pada poin C," tandasnya.
Disamping itu menurut Mik Hersen, berdasarkan pendapat seorang Ahli yang bernama M.Yahya Harahap dalam bukunya, "Ruang lingkup permasalahan eksekusi bidang perdata (Bab 12) menjelaskan mengenai eksekusi yang tidak dapat dijalankan (non Executable) yaitu dalam hal, 'Tanah yang hendak dieksekusi tidak jelas batasnya', sesuai dengan penjelasan M.Yahya Harahap dalam bukunya pada poin F," tegasnya.
Untuk itu, berdasarkan hal yang disampaikan diatas, Kuasa Hukum Pelawan mengatakan, "Sudah seharusnya , terhadap penetapan Eksekusi pengosongan nomor: 10/Pdt.Eks.PTS/2022/PN.Tjk, untuk dinyatakan Non Executable karena tidak ada kesesuaian antara objek yang akan dieksekusi terhadap dasar kepemilikan yang dimiliki oleh Terlawan." Pungkasnya.
Ketika awak media meminta konfirmasi kepada Juru Sita PN Klas IA Tjk, Agus Teguh Ma'arif, ia mengatakan, bahwa ia hanya melaksanakan perintah penetapan eksekusi, dan untuk keterangan lain, ia mengatakan tidak berkompeten untuk menjelaskan.
_"Wah.... Maap, sy ga kompeten menjelaskan itu, kekantor aja mas, sy mah cuma jalani perintah penetapan,"_ ucap Agus dalam pesan WhatsApp.
Tak sampai disitu, awak media juga mencoba mendapatkan konfirmasi dari pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Bandar Lampung melalui Kepala Seksi (Kasi) Sengketa Herwandi melalui WhatsAppnya, namun hingga berita ini diterbitkan tidak ada jawaban. (Tim).