GK, Tanggamus - Ketua Tim penyelesaian sengketa tanah Ulayat Marga Buay Belunguh Tanggamus mengadakan rapat dengan Penasehat Hukum (PH) dan beberapa Tokoh Adat Marga Buay Belunguh Tanggamus, Senin (13/2/2023).
Adapun masalah yang dibahas menurut informasi yang dihimpun Tim Media, adalah menanggapi pernyataan Bupati Tanggamus Hj. Dewi Handajani S.E., dan Kepala BPN Kabupaten Tanggamus saat pertemuan/Audensi dengan Forkompinda Tanggamus pada Senin 6 Februari 2023 yang lalu di ruang rapat Bupati Tanggamus.
Perlu diketahui bahwa pada pertemuan tertutup antara Forkompinda Kabupaten Tanggamus dengan Tokoh Adat Marga Buay Belunguh dan Ketua Tim serta PH Marga Buay Belunguh beberapa waktu yang lalu yang membahas tentang Tanah Ulayat eks PT Tanggamus Indah (PT TI), Bupati Tanggamus dan Kepala BPN Kabupaten Tanggamus menyatakan bahwa "Tanah Ulayat eks PT TI akan kembali kepada Negara."
Dengan pernyataan Bupati dan Kepala BPN Kabupaten Tanggamus tersebut, Ketua Tim Marga Buay Belunguh Tanggamus Irjen Pol (Purn) DR Ike Edwin S.IK., S.H., M.H., M.M., dan tokoh adat Yanuar Firmansyah gelar Suttan Junjungan Sakti ke 27 Kepaksian Buay Belunguh Paksi Pak Skala Bekhak serta Penasehat Hukum R Niagari Galuh S.H., M.H.,& Partner menolak dan protes dengan membuat surat penjelasan secara hukum mengenai tanah Ulayat, tanah Adat Marga Buay Belunguh Tanggamus.
Berdasarkan pembicaraan Bupati Tanggamus dan Kepala BPN Kabupaten Tanggamus yang menyatakan bahwa "Tanah Ulayat Adat Marga Buay Belunguh akan dikembalikan kepada negara sesuai PP no.18/2021 tentang hak pengelolaan, hak atas tanah, satuan rumah susun, dan pendaftaran tanah yang diundangkan tanggal 02 Februari 2021dimana tertera:
-- Pasal 1(2) ini tidak berlaku untuk Tanah Ulayat Adat yang berbunyi : Tanah Negara atau Tanah yang dikuasai langsung oleh negara adalah tanah yang tidak dilekati dengan sesuatu Hak atas Tanah, Bukan tanah Wakaf, Bukan Tanah Ulayat, dan/atau bukan merupakan aset barang milik negara/barang milik Daerah.
Dalam hal ini Yanuar Firmansyah gelar Suttan Junjungan Sakti ke 27 Kepaksian Buay Belunguh Paksi Pak Skala Bekhak menjelaskan bahwa,
"Tanah Ulayat Marga Buay Belunguh Kota Agung bukan dalam pengelolaan, namun Tanah Ulayat Adat Marga Buay Belunguh Kota Agung adalah sudah ada sejak tahun 1764 dan sejak ada surat ukur dan keterangan No.51/1931 dari pemerintah Belanda yang dibuat di Teluk Betung- Tanjung Karang, di tanda tangani bulan November 1931, dan disalin dengan sama bunyinya di Palembang tanggal 03 Mei 1950 yang di tanda tangani oleh Kepala kantor pendaftaran tanah bernama Djojodiharjo yang menyatakan adalah benar tanah tersebut milik Adat Marga Buay Belunguh sejak 300 (tiga ratus) tahun lalu sebelum kemerdekaan Republik Indonesia. Karena tanah Ulayat Marga Buay Belunguh adalah tanah yang diturunkan dan dikelola oleh Raja Sulaiman Gelar Singa Besakh dan anak-anaknya sejak abad ke-3 sampai dengan sekarang tahun 2023, yang seharusnya dapat dimiliki oleh keturunan langsung dari Raja Sulaiman Gelar Singa Besakh kepada masyarakat adat Marga Buay Belunguh sebagai keturunan langsung." Jelasnya.
Sementara Ketua Tim penyelesaian sengketa tanah Ulayat Marga Buay Belunguh Tanggamus yang akrab disapa Dang Ike mengatakan bahwa, Pasal 1 ayat 2 berbunyi: Tanah terlantar adalah tanah Hak, tanah Hak pengelolaan atau tanah yang diperoleh berdasarkan Dasar penguasaan atas tanah yang sengaja tidak diusahakan, tidak dipergunakan, tidak dimanfaatkan/tidak dipelihara.
Dalam hal ini Dang Ike menyatakan,tanah bukan tanah terlantar, "Sejak zaman tahun 1764 sampai tahun 1931, nenek moyang Marga Adat Buay Belunguh Tanggamus sudah mengerjakan tanah-tanah tersebut sebagai tanah pertanian dan perkebunan masyarakat Adat Marga Buay Belunguh Tanggamus," ujar Dang Ike.
Masih menurut Dang Ike, Pasal 1 ayat (3) berbunyi : "Tanah Ulayat adalah Tanah yang berada di Wilayah penguasaan masyarakat Adat yang menurut kenyataannya masih ada dan tidak dilekati dengan sesuatu Hak atas Tanah. Maka dalam hal ini, marga Adat Buay Belunguh tersebut sudah jelas ada wilayah dan tanahnya." Ucap Dang Ike.
Pasal 5 ayat 2 berbunyi Hak pengelolaan yang berasal dari Tanah Ulayat ditetapkan kepada masyarakat Hukum Adat.
Pasal 14 ayat (1), huruf a dan b berbunyi: ayat 1 hak Pengelolaan hapus karena :
a. Dibatalkan Haknya oleh Menteri karena:
1. Cacat Administrasi, atau
2. Putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
b. Dilepas secara sukarela oleh pemegang haknya.
Untuk itu menurut Penasehat Hukum Marga Buay Belunguh Tanggamus dari kantor Pengacara & Advokat Hukum R Niagari Galuh SH.MH. & Partner, untuk ayat 1, huruf a dan b bisa dibuktikan dengan:
"Eks PT Tanggamus Indah, sudah cacat Administrasinya dengan tidak ada perpanjangan HGU s/d tahun 2022 yang lalu karena HGU yang lama atas nama Ny. Reni Wanatisna sudah habis masa berlakunya sejak 30 Desember 2020, dan telah diberikan kesempatan untuk diperpanjang s/d tahun 2022 namun tidak diperpanjang lagi serta mereka sudah pulang ke Jakarta dan Singapura beserta seluruh keluarganya," jelas Galuh.
Selanjutnya menurut R Niagari Galuh, "Marga Adat Buay Belunguh telah mendapatkan putusan dari Pengadilan Negeri secara resmi pada tahun 2021 dengan pengaduan oleh Eks PT Tanggamus Indah dan PT Amust Martatirta kepada Tim 20 dan tidak terbukti pidananya, oleh sebab itu marga Adat Buay Belunguh dalam putusan tersebut dinyatakan Menang," ungkap Galuh.
Selain itu menurut Galuh, "Pihak eks PT Tanggamus Indah sendiri tidak mau dengan sukarela menyerahkan tanah Ulayat Adat Marga Buay Belunguh (yang dimiliki secara turun-temurun) kepada masyarakat adat Marga Buay Belunguh itu sendiri, karena sejak adanya PT Tanjung Jati yang menguasai HGU dan HGB Tanah Ulayat Marga Buay Belunguh dilanjutkan dengan penguasaan HGU dan HGB dari PT Tanggamus Indah, maka secara sepihak Eks PT Tanggamus Indah tetap serakah dan terus ingin menguasai Tanah Ulayat Marga Buay Belunguh tersebut, dikarenakan ingin menghasilkan keuntungan secara pribadi terus menerus oleh Penasehat Hukum bernama Gunawan Raka S.H., dan kawan-kawan diatas lokasi Adat milik Marga Buay Belunguh." Kata Galuh.
UUD 1945 Tentang Hukum Adat.
1. Pasal 18 B ayat (2) dan diatur dalam pasal 281 UUD 1945, Negara mengakui dan menghormati satuan pemerintah daerah yang bersifat Khusus atau Istimewa yang diatur dengan Undang-undang.
2. Negara mengakui dan menghormati kesatuan Masyarakat Hukum Adat beserta Hak-hak Tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan Masyarakat dan Prinsip-prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam Undang-undang.
Artinya menurut R Niagari Galuh SH.MH.,
"Menurut Undang-undang dan Pasal ini, Jelas Negara mengakui dan menghormati masyarakat hukum adat sepanjang masih ada dan masih hidup. Dalam hal ini masyarakat adat Marga Buay Belunguh masih ada dan masih hidup, bahkan sejak zaman nenek moyang dulu pada abad ke-3 sampai tahun 2023 ini tetap berkembang terus Adat istiadatnya dari satu Kerajaan Kepaksian nya mendiami wilayah Tanggamus. Hanya saja sejak zaman Belanda pada tahun 1931, Tanah wilayah Adat Marga Buay Belunguh telah bekerjasama dengan Belanda untuk dikelola menjadi perkebunan dan diteruskan oleh PT Tanjung Jati dan eks PT Tanggamus Indah, namun saat ini sudah waktunya kembali Tanah Ulayat Adat tersebut pada masyarakat adatnya untuk dikelola dan dimanfaatkan oleh masyarakat adat Marga Buay Belunguh, karena memang masyarakat adat dan adat istiadat nya masih ada dan masih hidup serta masih berkembang," Tegas Galuh. | Tim.