Oleh: Pinnur Selalau
Perkembangan teknologi tidak selamanya memberikan dampak positif. Salah satu dampak negatif yang sering muncul adalah prostitusi online. Prostitusi adalah pemanfaatan seseorang dalam aktivitas seks untuk suatu imbalan.
Pelacuran adalah praktik prostitusi yang paling tampak, sering kali diwujudkan dalam kompleks wilayah pelacuran yang juga dikenal dengan nama "lokalisasi".
Melansir UNICEF, setidaknya ada 30% anak perempuan Indonesia di bawah usia 18 tahun terlibat dalam prostitusi, baik konvensional maupun online.
Lantas, apa itu prostitusi online? Apa bedanya dengan praktik prostitusi biasanya?. Praktik prostitusi online melibatkan pihak yang sama dengan praktik prostitusi biasa.
Dari mucikari, pekerja seks komersial (PSK), penyewa jasa PSK, dan pihak lain yang terlibat.
Jika pada praktik prostitusi biasa mucikari bertindak sebagai pihak yang langsung berkomunikasi dengan penyewa jasa PSK, pada praktik prostitusi online, mucikari berkomunikasi secara online dengan penyewa jasa PSK.
Mucikari pada prostitusi online ini juga tidak jarang bertindak sebagai admin dari akun yang digunakan untuk memasarkan jasa PSK. Mereka yang akan bernegosiasi mengenai harga serta mekanisme dan tempat transaksi.
Mereka juga yang akan membuat agenda pertemuan antara penyewa jasa dengan PSK yang mereka pilih. Mekanisme pembayaran bisa berupa uang muka (DP) dan pelunasannya setelah jasa diberikan.
Atau dengan pembayaran penuh dilakukan setelah jasa diberikan alias Cash On Delivery (COD). Setelah mencapai kesepakatan, PSK yang kemudian akan datang ke lokasi pertemuan.
Perbedaan praktik prostitusi biasa dengan prostitusi online adalah hadirnya pihak lain yang terlibat. Yakni pihak-pihak yang menyediakan media-media yang digunakan oleh para mucikari atau PSK untuk mempromosikan diri mereka.
Pada praktik prostitusi biasa, pihak ini tidak dibutuhkan karena penyewa jasa PSK hanya perlu datang langsung ke tempat penyedia PSK yang biasa disebut lokalisasi.
Media digital menjadi pembeda mendasar antara praktik prostitusi dan praktik prostitusi online. Kehadiran media digital ini dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk melakukan praktik prostitusi online.
Para mucikari atau PSK menggunakan media ini untuk menjual jasa mereka.
Tidak jarang juga mereka melampirkan foto-foto seksi, usia, postur tubuh, harga, dan yang lainnya. Sama seperti sebuah barang yang dijual secara online. Hal ini dilakukan untuk menarik minat para penyewa jasa PSK.
Pemerintah melalui Aparat Penegak Hukum (APH) beberapa kali berhasil membongkar praktik layanan prostitusi online. Dan ini adalah merupakan perhatian serius pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
Selain melakukan pemblokiran, pemberian sanksi pidana terhadap para pelaku yang terlibat dalam prostitusi online, baik terhadap mucikari, penjaja seks, maupun terhadap penggunanya atau orang yang memakai jasa penjaja seks tersebut.
Beberapa waktu yang lalu, Subdit lV Renakta, Ditkrimum Polda Lampung berhasil mengamankan beberapa orang pemain dalam praktik prostitusi online yang terjadi di kota Tapis Berseri.
Kasus ini sempat menghebohkan masyarakat di kota Bandarlampung pada khususnya dan provinsi Lampung pada umumnya karena diduga banyak pihak yang terindikasi terlibat, termasuk adanya isu jika pemakai jasa prostitusi online beberapa tokoh penting di Lampung, seperti pejabat, pengusaha, hingga politisi ternama.
Jika isu itu benar, Pejabat publik, politisi dan pengusaha seharusnya memberikan contoh dan menjadi pelopor dalam hal pemberantasan atau pencegahan prostitusi online bukan malah menjadi pengguna atau pelanggan dari prostitusi online ini.
Karena ini menyangkut tanggung jawab Pemerintah atau Negara dalam hal ini Pejabat Publik untuk melakukan penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) seperti contoh prostitusi online ini.
APH seharusnya mengungkapkan keterlibatan para pejabat publik dan politisi dalam praktik prostitusi online itu jika memang isu tersebut benar, supaya menjadikan efek jera dan menjawab spekulasi serta pertanyaan masyarakat selama ini.
Publik perlu mengetahui pejabat publik atau politisi mana dan dari instansi atau partai politik apa yang terlibat atau menjadi pengguna prostitusi online. Masyarakat wajib mengetahui ini karena ini menyangkut “moral” dan “Integritas” dari Pejabat Publik dan Politisi atau Pengusaha tersebut.
Apalagi jika proses dalam tindak pidana prostitusi online ini sudah masuk dalam tahap penyidikan maka harus dan wajib diungkap siapa-siapa dan dari mana saja yang terlibat dalam kasus ini, kecuali korban dalam hal ini wajib dilindungi identitasnya.
Untuk menghindari agar informasi ini tidak menjadi liar dan bisa jadi fitnah, penyidik Polda Lampung harus membongkar dan mengungkap semuanya. Jangan sampai ada pihak yang terlibat praktek prostitusi online, yang ditutup-tutupi apa lagi dilindungi, agar masyarakat Lampung mengetahuinya.
Akuntabilitas dan keterbukaan dalam penegakan hukum khususnya dalam penyelidikan dan penyidikan perkara kasus prostitusi online ini merupakan unsur wajib ada, dalam upaya mewujudkan partisipasi masyarakat dalam memantau setiap perkembangan kasus yang melibatkan pejabat publik maupun politisi.
Karena Akuntabilitas adalah bertujuan memberikan kontrol dalam proses penegakan hukum terhadap penyelidikan dan penyidikan, sehingga proses penyelidikan dan penyidikan dapat dipertanggung jawabkan secara hukum, moral maupun Administrasi, berdasarkan fakta-fakta yang ada dengan tidak ada yang ditutup-tutupi.
Apalagi kasus ini diduga melibatkan para pejabat publik dan politisi yang mungkin juga politisi tersebut duduk dijajaran legislatif. karena menyangkut pejabat publik maka ini bukan ranah “privat” lagi melainkan sudah menjadi masalah “publik” yang harus diketahui.
Kita harus percaya bahwa Aparat Penegak Hukum, dalam hal ini Polda Lampung akan bertindak Profesional dalam proses ini apalagi kasus postitusi online ini sudah menjadi isu yang heboh, dan pemberitaan media serta trending topik pembicaraan di masyarakat.
Dan sudah seharusnya serta menjadi tanggung jawab pihak kepolisian untuk menyelesaikan perkara ini sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, sehingga dapat meningkatkan kepercayaan publik terhadap kinerja polri dan dapat dipertanggung jawabkan kepada masyarakat.
Kita berharap, jangan sampai kasus ini hilang begitu saja tanpa ada proses penyelesaian. Kalau ini sampai terjadi maka komitmen negara dan pemerintah dalam melakukan pemberantasan dan penanggulangan Tindak Pidana Prostitusi Online atau TPPO tidak akan berhasil, dan kepercayaan publik terhadap kinerja kepolisian akan menurun.
[Pimred Media GarisKomando.Com]