Kecamatan Semaka, Kabupaten Tanggamus membuahkan hasil. Tim Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bengkulu Lampung, bersama tim gabungan,
berhasil menangkap satu ekor buaya muara (Crocodylus porosus), Kamis, 27 Juni 2024.
Kasat Polairud Polres Tanggamus, Iptu Zulkarnain, menjelaskan operasi ini dimulai setelah adanya laporan serangan buaya terhadap dua warga Sripurnomo pada 24 Juni 2024 dan pada 26 Juni 2024,
tim gabungan melakukan koordinasi dengan Camat Semaka, Kepala Pekon Sripurnomo, dan Babinkamtibmas Polsek Semaka.
Sekitar pukul 09.00 WIB, tim Seksi Konservasi Wilayah (SKW) III Lampung mulai melakukan penyisiran di sekitar lokasi serangan buaya.
Tim terbagi menjadi dua kelompok, dengan satu kelompok melakukan penyisiran hingga radius satu kilometer ke hulu dan kelompok lainnya menuju satu kilometer ke hilir
dari lokasi serangan. Pada pukul 09.50 WIB, tim berhasil menemukan satu ekor buaya yang sedang berjemur di pinggir sungai, sekitar satu kilometer ke hilir dari lokasi awal.
Upaya penangkapan manual menggunakan tali pada awalnya tidak berhasil. Sekitar pukul 11.00 WIB,
tim bersama masyarakat setempat membuat dua unit jerat/jebakan kolong di lokasi penemuan buaya.
Pemeriksaan jerat dilakukan setiap dua jam sekali mulai pukul 14.00 WIB.
Pada pukul 20.00 WIB, satu unit jebakan berhasil menarik perhatian buaya yang memakan umpan berupa itik.
Namun, buaya tersebut hanya memakan umpan tanpa masuk ke dalam jerat. Pemeriksaan jerat terus dilakukan hingga pukul 22.00 WIB,
namun tim memutuskan untuk beristirahat karena tidak ada tanda-tanda buaya masuk ke jerat.
Keesokan paginya, pada 27 Juni 2024 sekitar pukul 06.00 WIB, tim melakukan pemeriksaan jerat dan mendapati seekor buaya telah terperangkap dengan ekor masuk ke dalam jerat.
"Penangkapan buaya ini dilakukan dengan bantuan sepuluh warga Pekon Sripurnomo, disaksikan oleh Kepala Pekon Sripurnomo dan anggota Babinkamtibmas Polsek Semaka," jelas Iptu Zulkarnain.
Kasat menyebut, Buaya yang berhasil ditangkap tersebut diidentifikasi sebagai buaya muara (Crocodylus porosus) dengan panjang 2,95 meter dari ujung kepala hingga ujung ekor dan lebar perut 45 centimeter.
"Buaya ini juga memiliki ciri khas berupa gigi taring bagian atas kanan yang patah," ujarnya.
Untuk sementara, buaya tersebut dievakuasi ke rumah salah satu warga. Langkah selanjutnya
adalah memastikan kondisi kesehatan buaya dan menentukan tempat penampungan yang sesuai untuk mencegah konflik serupa di masa depan.
Iptu Zulkarnain menegaskan pentingnya kerjasama antara masyarakat, pemerintah daerah, dan instansi terkait dalam mengatasi konflik satwa liar.
“Kami berterima kasih kepada tim BKSDA atas partisipasi aktif warga Pekon Sripurnomo dalam membantu proses penangkapan ini.
Keberhasilan ini menunjukkan betapa pentingnya sinergi dalam menjaga keselamatan dan kesejahteraan bersama,” ujar Iptu Zulkarnain.
Operasi ini menjadi contoh nyata bagaimana upaya bersama dan koordinasi yang baik
dapat menyelesaikan konflik satwa liar dengan efektif, sekaligus melindungi keselamatan manusia dan satwa.
"Diharapkan, langkah-langkah mitigasi yang dilakukan dapat menjadi model bagi penanganan konflik satwa liar di wilayah lain," tandasnya,[red]